Jumat, 11 Juni 2010

Isu Global Tentang Kapitalisme

Sebelum mengenal uang kertas manusia terlebih dahulu mengenal barter untuk memenuhi kebutuhannya. Ikan ditukar padi, kerbau ditukar sapi, garam ditukar rotan, dsb. Setelah itu manusia mengenal logam mulia sebagai alat transaksi, logam mulai dalam hal ini adalah emas dan perak. Pada masa Rasulullah, emas dan perak yang digunakan untuk melakukan transaksi. Emas dalam bentuk dinar, dan perak dalam bentuk dirham, dengan rasio 3 dinar sama dengan 7 dirham. Sebenarnya Rasulullah bukan orang pertama yang menggunakan dinar atau dirham. Mata uang dinar sebenarnya adalah mata uang Byzantium atau Romawi, sedangkan mata uang dirham adalah mata uang Persia. Hal ini membuktikan bahwa anggapan yang menyebutkan dinar dan dirham adalah berasal dari Islam adalah salah. Keduanya bukan dari Islam. Hal ini membuktikan bahwa Islam bukan sebuah agama yang mengagungkan simbolitas, namun Islam melihat substansi yang sangat luar biasa yang bisa mendatangkan keadilan dari suatu sistem meskipun sistem tersebut bukan dari Islam.


Setelah era penggunaan emas dan perak dikenalkanlah sistem uang kertas. Pada awalnya ide penggunaan uang kertas sangat menarik. Di dalam buku Satanic Finance dijelaskan dengan detail bagaimana proses perpindahan uang emas menjadi uang kertas (fiat money) dengan sebuah cerita Sukus dan Tukus. Uang kertas diharapkan mempermudah proses transaksi karena dengan uang emas atau perak proses mobilisasi uang sangatlah ribet. Oleh karena itu koin emas dan perak didepositkan dan diganti dengan uang kertas. Nilai uang kertas sama dengan nilai emas. Sampai pada saat ini tidak terjadi masalah, karena uang yang beredar masih sama dengan nilai koin emas yang disimpan di bank. Disisi lain masyarakat yang menginginkan uang kertasnya ditukar dengan koin emas masih bisa ditukarkan di bank. Karena banyaknya jumlah uang yang beredar sama dengan nilai koin emas yang ada di bank, bank tidak pernah mengalami masalah dalam proses penukaran uang kertas dengan koin emas. Setelah manusia terbiasa menggunakan uang kertas(yang secara nilai harfiahnya hanya bernilai sebagai kertas biasa saja) penggunaan koin emas semakin jarang. Masyarakat yang menukarkan uang kertas mereka dengan koin emas semakin sedikit dan pada akhirnya hanya mencapai nilai 10 persen dari total koin emas yang ada di bank. Nah permasalahan kemudian baru muncul ketika bank mencetak uang lagi, dengan asumsi bank hanya perlu mencadangkan koin emas senilai 10 persen dari total nilai uang yang beredar di masyarakat sebagai jaga-jaga kalau masyarakat ada yang menukarkan uang dengan koin emasnua. 10 persen itulah yang kemudian disebut sebagai fractional reserve yang disebut dalam buku tersebut sebagai pilar setan kedua. Jumlah uang yang bisa dihasilkan oleh bank bisa senilai sembilan kali lipat dari total uang yang sebenarnya beredar di masyarakat karena di back up oleh koin emas atau perak, karena bank hanya perlu menadangkan 10 persennya saja. Uang-uang tersebut diedarkan di oleh bank dalam bentuk pinjaman yang tentu saja pinjaman dengan bunga. Bunga atau interest itulah yang nantinya akan menjadi pilar setan ketiga.


Pada awalnya sangat aneh orang meminjam uang kemudian mendapat charge dalam bentuk bunga. Namun karena semakin biasanya manusia dengan bunga dan menganggap bahwa bunga adalah sesuatu yang wajar maka manusia menganggap bunga adalah sesuatu hal yang biasa. Dari bunga itulah bisa dikatakan bank kembali menciptakan uang yang beredar di masyrakat. Jumlah uang riil yang beredar di masyarakat sekarang semakin jauh lebih sedikit daripada jumlah uang yang tersimpan dalam bentuk pembukuan-pembukuan di bank padahal jumlah uang riil yang beredar itu sendiri jauh lebih besar dari koin emas yang beredar. Karena banyaknya uang yang beredar di masyakarat jauh lebih banyak dengan banyaknya output riil yang dihasilkan oleh sistem produksi maka munculah apa yang disebut inflasi. Harga semakin naik. Disisi lain manusia yang terlilit dengan utang dan kebutuhan yang semakin tinggi semakin keras bekerja, mereka semakin menganggap bahwa time is dollar, padahal output produksi riil itu ada batasnya. Di lain pihak uang yang beredar jauh lebih cepat jumlahnya karena sistem fractional reserve dan interest tersebut. Maka muncullah saat ini manusia-manusia yang anti sosial, manusia-manusia yang selalu punya prinsip cost based activity, bahwa setiap apa yang mereka lakukan harus menghasilkan uang. Jadilah manusia-manusia yang menjadi budak uang. Hilanglah sekarang budaya tolong menolong, pinajaman tanpa bunga seperti yang ada pada jaman Rosulullah, dan sifat-sifat sosial manusia yang lain. Itu baru satu masalah, coba bayangkan, saat ini pemerintah tidak perlu memback up uang yang diedarkan dengan koin emas, bisa dibayangkan bagaimana kalau terjadi suatu kudeta kemudian pemegang kekuasaan mengatakan bahwa uang yang beredar sekarang sudah tidak berlaku lagi? Hmmmm




__________________________________


Ditulis oleh Yogahariawan.


Mahasiswa fakultas ekonomi dan bisnis, prodi manajemen, konsentrasi keuangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar